JEJAK-JEJAK SENJA DI BULAN DESEMBER


 Siapa yang mengerti jika pagi adalah waktu yang menyakitkan baginya,
sebab ia akan menjalani hari dengan ingatan dan perasaan yang sama.
Menjalani bagaimana sakitnya melupakan dan bagaimana perihnya mengingat.

             Pagi kembali menggeliat, matahari mulai mengintip dari cakrawala. Sinarnya yang jingga mulai memancar menembus jendela-jendela kamar. Sesosok tubuh berbalut jilbab panjang tampak meringkuk disisi pojok jendela kamarnya yang berada dilantai atas dengan tirai dan jendela yang masih tertutup, seperti enggan menikmati tiap detik sinar mentari yang mulai menyapa. Tapi Kemudian setelah siang tiba berdirilah dia diantar kedua jendela,menyibaik tirai, membuka jendela sesekali dia menggeliat menikmati rasa kantuk yang masih menggelayut. Tapi kemudian kembali meringkuk bersandar dipojok jendela.

            Pagi telah tergantikan, matahari telah sempurna membuat seisi dunia terang benderang. Namun lihatlah di pojok jendela sana, sosok gadis berbalut jilbab masih saja bergeming, tak beranjak. Padahal sinar mentari tak lagi menghangatkan seperti hangatnya pagi, tapi panas. Terlihat matanya menatap nanar ke arah jalan, sesekali memerhatikan aktifitas orang-orang yang lalu lalang yang mungkin sedang mencari penghidupan atau bahkan sedang memulai impian dengan janji hidup yang lebih baik.

           “kayyissaaa…..” sebuah suara dari arah luar kamar memanggil, tapi sosok gadis berjilbab itu tetap saja bergeming, menikmati setiap detik waktu yang memasungnya dalam lamunan.

            “ kayyisa… aku masuk yaa..“ akhirnya pemilik suara tadi pun masuk tanpa menunggu jawaban dari pemilik nama. Didekatinya sosok gadis berbalut jilbab yang tengah terduduk manis di dekat jendela itu.

             “ kayyissa… kamu baik-baik saja kan???  “ ini ketiga kalinya temannya memanggil, tapi pemilik nama tetap saja terdiam.. tapi kali ini ada senyum terukir sebagai ganti jawaban “aku baik-baik saja

             Matahari sudah mulai bersinar denngan garang nya, seakan siap memanggang siapa saja yang terkena sinarnya. Tapi matahari tetaplah matahari yang indah, dimana selalu ada janji kehidupan yang lebih baik yang dibawanya.

              “kamu lagi ngapain siang-siang gini mematung di jendela…?? “ bukannya panas ya matahari kalo udah siang gini…?? tany nayla

              “biarkan aku menikmati siang ini nay…, meski dengan sinar mentari yang siap membakar.. tak apalah, aku lebih menyukai siang ini dari pada waktu yang lainnya…” jawab kayyisa masih dalam posisinya.

               Nayla menghela nafasnya pelan, dibiarkannya sahabatnya itu tetap terduduk dijendela, menikmati setiap detik waktu yang menenggelamkannya dalam kenangan. Sebuah kenangan yang memaksanya untuk selalu membenci waktu pagi, waktu dimana sebenarnya  terdapat banyak kedamaian, dan hangatnya sinar mentari yang selalu dinanti, juga tetes embun yang menyejukkan jiwa . Tapi tidak untuk kayyisa..dia sangat membenci pagi. Nayla kemudian bangkit, dan memeluk kayyisa erat.. ia tahu.. sangat tahu.. kayyisa butuh waktu untuk kembali mencintai tetes embun yang hanya ada di pagi hari.

**********

 to be continue…. ;p

Tinggalkan komentar