kangen mama…..


Assalamu’alaikum ma,

Senja mulai lelah, tapi aku harus menulis buatmu, ma
Ini hari adalah retasan gelisah untuk mama lalui
Seperti hari-hari kemarin,
seperti hari-hari lampau,
aku menyimpannya slalu
tak kan pernah ada yang bakal merampasnya
karena, aku adalah anakmu,ma

mama Q tersayang, belahan jiwaku yang sekepingnya tersimpan dijiwamu,
Senja masih merangkak, seperti Mama yang tertatih menjalani hidup
bersama laki-laki yang mencintai mama,
lalu menitipkannya kepada tanah
tuk berharap kelak bersanding dalam taman abadi

Bukankah cinta itu pula yg menghadirkan aku ke dunia ini, ma?
dan ku harap, masih cinta itu juga yang menemaniku saat kematian menjemput
bukankah itu beban teramat berat, ma
menghadirkan jiwamu ke dunia
lalu melepaskannya tuk pergi jauh ke dunia lain

ma, aku masih ingat dongengmu tentang batu karang
ia akan selalu kokoh sebagai pondasi bangunan di atasnya
tanpa bangunan pun, tetaplah pondasi yang tegar menatap langit

mamaku sayang,
Di awal senja aku menulis surat ini
Sengaja aku memilih senja agar mama merasa nyaman buat membacanya.
karena aku selalu ingin memberimu semburat senja

Menjelang senja ini berakhir
aku ingin menyanyikan lagu ini buat mama:

Kasih Ibu kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
hanya memberi tak harap kembali
bagaikan surya menyinari dunia

Bait-bait itu masih menggenang di sepanjang muara hatiku
Sungguh, aku ingin menangis ketika berada di dekatmu,
menatap dalam-dalam matamu
yang selalu membersitkan belaian kasih sayang
Adakah insan yang bisa sepertimu?

Slalu ketulusan di tiap mama terlelap
pun dalam kelelahan

Manakala mimpi mendesak, menyapamu, lalu pulas
bukankah hanya mimpi yang slalu membuatmu bahagia?

Aku ingin memelukmu
tuk sekedar dapat pengakuan bahwa aku masih anakmu
dan tolong jangan marahi aku

mama, ijinkan hari ini aku mencintai senja
agar aq bisa melihat mu selalu tersenyum
I love u mam…

izinkan aQ mencium mu ibu…


Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku �dipaksa� membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.

Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.

Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi do�a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu. Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku. (Bayu Gautama, Untuk Semua Ibu Di Seluruh Dunia)

cintaQ tak butuh alasan apapun


Waktu mungkin saja tak berpihak padaku,atau aku yang tak mau mengerti…
mungkin juga takdir tak pernah mau berbelas kasih padaku.
Tanpa alasan aku jatuh cinta padanya,jatuh cinta dengan seseorang yang di anggap biasa saja.. tp bagiku dia yang terhebat… karna dia…
Tanpa alasan mampu mengobrak -abrik tatanan hidupku yang sebelumnya baik-baik saja,
Tanpa alasan mampu menghancurkan tidur malamku,
Tanpa alasan mampu membuatku tampak bodoh…
Sungguh.. apakah aQ talah gilaaaaaaaaaaaaaa..?????????
hanya melihat senyum dan raut wajahnya yang tak pernah bisa kusentuh atau kurengkuh keindahannya….
aq bisa merasakan kedamaian…

Malam mungkin telah bosan,karena kepadanya kutitipkan selalu rinduku yang tak pernah terungkapkan.
Bintang mungkin mulai enggan mendengar rengekanku untk sedetik saja bertemu dengannya dalam nyata,senja mulai marah karena aku terlampau gila…ya gila…

Dia seperti udara yang harus kuhirup setiap waktu,
dia seperti lagu mengisi kekosongan jiwaku…
pada takdir kutitipkan harapanku,mungkinkah…cinta Q dan cintanya mampu membawa kedalam mahligai yamg abadi..
padanya kuungkapkan seribu puisi….
Dia telah hidup dalam separuh nafasku,
dia telah merasuk dan menempati altar hatiku…mengisi mimpi-mimpi ku meskipun terasa semu… yah… semu… karna tanpa ada pertemuan sama sekali…
tapi aQ yakin… cinta ini kan tetap terpatri… menempati ruang terindah dalam hati
pada MU Q titipkan cinta ini…. pada Mu Q titipkan dia yang tengah menuntut ilmu…. pada MU q berharap… cinta Q bukanlah cinta biasa…..
aQ lah wanita yang menantinya di ujung senja… yang mencintainya tanpa alasan apapun….
karna aQ tak butuh alasan untuk mencintainya…..

(untuk siapapun nanti yang akan menjadi hal terindah di hatiku)